Dalam PSAK nomor 59 tentang Akuntansi Bank Syariah dijelaskan beberapa pernyataan yang berkaitan dengan Akuntansi Murabahah adalah sebagai berikut:
Bank sebagai Penjual
1. Pada saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan . (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 61)
2. Pengukuran aktiva murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a. aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesan mengikat:
(i) dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak dan kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva
b. Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transaksi, maka aktiva murabahah:
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan
(ii) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 62)
3. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva murabahah (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 62)
4. Pada saat akad, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu jumlah piutang jatuh tempo dikurangi penyisihan piutang diragukan. (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 64).
5. Keuntungan murabahah diakui:
(a) pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan yang sama; atau
(b) selama periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu periode laporan keuangan. (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 65)
6. Potongan Pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut:
(a) jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau
(b) jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah. (PSAK, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 66).
7. Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad. Pada saat diterima, denda diakui sebagai bagian dana sosial. (PSAK, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 67).
8. Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut:
(a) urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima;
(b) pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang; dan
(c) jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan bank (PSAK, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 68).
Potongan harga dari pemasok
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan berkaitan dengan potongan harga yang diterima dari pemasok sebagaimana tertuang dalam Fatwa nomor 16/ DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah, yang mengatur ketentuan bahwa jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat potongan harga dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah potongan harga; karena itu, potongan harga adalah hak nasabah. Dilihat dari segi bank syariah bahwa potongan harga tersebut mengurangi harga pokok barang yang akan diperjualbelikan.
Uang Muka (Urbun)
Uang muka dalam murabahah dimaksudkan untuk bukti keseriusan dalam pembelian barang tersebut. Uang muka tersebut dapat dilakukan oleh bank kepada supplier maupun uang muka yang dapat diterima bank dari pembeli.
Berkenaan dengan itu, dalam hal bank menerima uang muka dari pembeli, dalam perlakuan akuntansinya diatur sebagai berikut:
(a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima
(b) Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang; dan
(c) Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan bank.
------------------------------------------------------------------------------------------------
1. PENGANTAR
Pada 1 Mei 2002 secara resmi IAI telah menelorkan PSAK No 59. Standar ini perlu disambut dengan gembira karena merupakan salah satu instrumen pendukung perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Bank Syariah pertama mulai beroperasi resmi pada 1 Mei 1992. Keberadaan Bank Syariah ini setelah beberapa tahun kemudian disambut hangat dengan lahirnya beberapa bank lain. Menurut data BI memang pangsa pasar Bank Syariah ini masih relatif kecil sekitar 0,025%, dengan indikator (Juni 2002) lain:
Total asset : Rp. 2.81 trilyun 0,18 % dari Total asset perbankan nasional
Pembiayaan : Rp. 2,74 trilyun 0,50 % dari Total pembiayaan perbankan nasional
Pendanaan : Rp. 2,08 trilyun
Modal : Rp. 5,456 trilyun
Bank : 2 Bank umum, 4 Bank dengan Unit Syariah dengan kantor sebanyak
176 cabang dan 81 BPRS.
Dari antusiasme masyarakat diramalkan pangsa dan peran bank syariah ini akan semakin meningkat. Keadaan ini berlaku juga di Malaysia dan di tingkat Internasional.
Terlepas dari kualitas dan kesempurnaannya, PSAK 59 ini perlu kita puji dan sokong. Karena kedua standar ini sangat perlu untuk mempercepat perkembangan bank syariah di negeri ini. Standar ini banyak mengadopsi kerangka dan standar yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Instirutions (AAOIFI, 1998) yang berpusat di Bahrain. Sikap ini menjadi plus lagi karena hal ini akan menuju standar yang sesuai dengan konsep internasional sehingga harmonisasi standar akuntansi bank syariah didunia Islam bisa terwujud.
Kalau kita kaji lebih dalam kedua standar ini masih beranjak dari kerangka akuntansi konvensional. Hal ini lumrah karena disiplin akuntansi Islam sebagai ilmu belum “terwujud” sehingga berbagai paradigma masih tetap menggunakan konsep konvensional yang belum sepenuhnya seirama dengan sifat dan nilai nilai syariat yang kita yakini. Reaksi sebahagian praktisi perbankan tentang prinsip “accrual basis” misalnya merupakan ekses dari dual sistem ini.
2. Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan
Kerangka dasar ini adalah menyajikan konsep yang mendasari penyusunan laporan keuangan bagi bank syariah. Memang kerangka ini sangat dangkal sekali dan tidak cukup dijadikan dasar sebagai kerangka yang kuat untuk melahirkan bangunan standar yang komprehensif. Adapun isinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Perbedaan antara bank konvensional dan syariah
b. Para pemakai: investasi pemilik, pembayar zakat dan dewan pengawas syariah.
c. Tujuan akuntansi keuangan menentukan hak dan kewajiban pihak terkait termasuk atas transaksi yang belum selesai, memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, dan tentang kepatuhan terhadap prinsip syariah.
d. Tujuan laporan keuangan menyajikan informasi tentang kepatuhan bank terhadap syariah, mengevaluasi sejauhmana tanggungjawab bank terhadap amanah dalam mengelola berbagai dana, mengenai fungsi sosial bank termasuk penyaluran zakat.
e. Asumsi dasar yang dipakai, pada umumnya adalah dasar akrual kecuali dalam hal perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas. Point ini yang belakangan menjadi polemik yang sebenarnya disebabkan karena ketidak tahuan
3. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
a. Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan dan pengukuran masing masing produk: mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisha’, ijarah, wadiah, qardh, dan transaksi berbasis imbalan diatur. Masing masing jenis produk bank ini bisa berbeda beda dan sangat tergantung pada sifatnya.
b. Penyajian laporan keuangan
Bebagai jenis laporan yang harus disajikan bank syariah adalah:
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan perubahan dana Investasi terikat
4. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Alqardh
Laporan 3 terakhir adalah khas bank syariah. Laporan ini harus disajikan sesuai dengan konsep “full disclosure” dengan menjelaskan semua jenis pembiayaan yang ada, dana atau investasi yang diterima serta sifat, hak, periode, bagi hasil yang berkaitan dengan produk tersebut.
c. Pengungkapan
Laporan bank syariah harus mengungkapkan informasi umum mengenai bank syariah dan informasi tambahan:
a. Karakteristik kegiatan bank dan jasa yang diberikan
b. Tugas dan kewenangan Dewan Pengawas Syariah
c. Tanggungjawab bank terhadap pengelolaan zakat
d. Kebijakan akuntansi, pengakuan pendapatan, penyisihan kerugian aktiva produktif, dan konsolidasi laporan keuangan
e. Transaksi yang dilarang syariah dan menyelesaikannya.
f. Dana yang tidak terikat
g. Aktiva produktif (jenis, sektor, jumlah, yang menyangktu hubungan istimewa, kedudukan bank, bagi hasil, klassifikasi, penyisihan kerugian, aktiva prosuktif bermasalah)
Ketentuan masing masing Laporan:
1. Neraca mengungkapkan jumlah, jenis pembiayaan, syarat dan penyisihan kerugian
2. Laba Rugi mengungkapkan pendapatan, beban, keuntungan, kerugian dan bagian bank menurut jenis transaksi.
3. Perubahan dana Investasi terikat: periode laporan, saldo, keuntungan/kerugian dan saldo akhir, sifat hubungan bank, hak dan kewajiban.
4. Sumber dan Penggunaan Dana ZIS: periode, dasar penentuan zakat, jumlah yang diterima/disalurkan, saldo.
5. Sumber dan Penggunaan Alqardh Hasan: periode, jumlah, penyaluran, penerimaan dan saldo.
Melihat isi dan penjelasan ini maka dapat disimpulkan bahwa sebaiknya kedua PSAK ini harus dianggap sebagai suatu konsep temporer yang mesti disempurnakan nantinya setelah kerangka Akuntansi Islam yang “established” lahir dari ideologi, masyarakat, sistem ekonomi dan Akuntansi yang Islami. Sebagaimana teori Colonial Model yang dikemukakan oleh Gambling dan Karim.
PSAK ini akan dijabarkan lagi dalam bentuk PAPI Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia yang saat ini sedang dirumuskan. Didalam BI sendiri sedang dipersiapkan format pelaporan Bank Syariah yang sangat perlu bagi semua bangk syariah dan BI dalam pembinaan, pengawasan dan data moneter ekonomi dan perbankan di Indonesia. Lanjutan dari PSAK ini adalah Penyusun Pedoman Auditing untuk Perbankan Syariah yang saat ini sedang bekerja.
PENUTUP
Praktisi perbankan diharapkan menerapkannya dulu PSAK ini dan para akademisi terus berfikir untuk melengkapi perangkat Akuntansi Islam ini sehingga benar merupakan derivasi dari syariat itu sendiri, yang dijabarkan dalam konsep hidup, konsep sosial, konsep ekonomi, dan akhirnya konsep bisnis dan konsep akuntansi syariah yang komprehensif. Semoga PSAK ini ini bisa menjadi awal untuk mencari dan merumuskan suatu standar yang memang konsisten dengan nilai nilai Islam.
0 komentar